Pengalaman di sebuah gedung tua asrama suster ini tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku, bagaimana tidak karena ini merupakan pengalamanku pertama kalinya bertemu makhluk halus atau hantu. Aku bersekolah di sebuah SMU swasta di Bandung Utara, sekolahku juga terkenal sebagai suatu sekolah yang sangat angker ini disebabkan karena bangunan sekolahku merupakan bangunan yang tua yang sudah ada sejak zaman Belanda.
Banyak sekali cerita kalau konon bangunan sekolahku ini adalah bekas rumah sakit, bekas pembantaian penjajah dan lain-lain tapi tidak pernah ada yang tau bekas bangunan apa sekolahku ini persisnya. Sore itu aku bersama ke 6 temanku berencana untuk mengikuti kegiatan ekstra kurikuler majalah dinding, tapi mendadak dibatalkan karena para senior harus mengikuti pendalaman materi ujian akhir. Karena tidak jadi maka mau tidak mau, kami harus menunggu jemputan masing-masing sesuai dengan jadwal berakhirnya ekstra kulikuler kami.
Sambil menunggu jemputan salah satu temanku mengajak bermain “or/der” mengenai sebuah permainan yang mengajak orang untuk berkata jujur atau siap ditantang melakukan suatu yang tidak masuk akal. Biasanya permainan ini kami gunakan untuk masalah curhat, mulailah kami bermain. Tibalah pada saat aku kena giliran, aku lebih memilih “der” dari pada harus jujur menjawab tentang cowok yang sekarang sedang dekat denganku tapi ternyata juga sedang dekat dengan tasya sahabatku, dari pada aku menyakiti perasaannya aku lebih siap ditantang apapun.
Tasya yang tampaknya kesal karena aku memilih “der” langsung mengajakku kedekat lahan parkir, disitu terdapat gedung yang sudah tua. Gedung itu sudah sangat lapuk, atapnya sudah roboh, banyak kaca-kaca jendela yang sudah pecah dan berserakan dan dedaunan yang tampak berserakan menutupi tanah pekarangan gedung itu yang menambah keseraman.
Gedung ini adalah bekas asrama suster, suster adalah panggilan kepada guru perempuan kami di asrama ini. Asrama suster ini sudah tidak ditinggali lagi sejak tahun 80-an semenjak ada kebakaran yang menghanguskan sebagian besar tempat ini, sudah lama pihak sekolah berencana untuk membongkar gedung ini tapi rencana ini akan terlaksana tahun depan. Sekarang tasya menantangku untuk masuk ke gedung angker itu.
Gedung ini dikelilingi oleh pagar batu yang tidak terlalu tinggi, kira-kira 1 meter lebih tingginya yang sangat memungkinkan untuk dipanjat orang, kunci gembok yang menempel dipintu itupun nampak sudah berkarat. Dari pintu pagarnya ada jalan setapak yang terhubung dengan dua buah pintu besar berwarna coklat yang mana merupakan pintu masuk dari gedung itu. Setelah berhasil memanjat pagar batu tanpa kesusahan, sekarang didepan pintu besar itu aku dan temanku tasya berdiri cemas.
Aku pun memegang gagang pintu dan mencoba membukanya, ternyata dikunci dari dalam. Aku pun meminta tasya menyudahi permainan ini, karena aku sendiripun ketakutan. Entah mungkin karena gengsi tasya menolak, ia menyuruhku untuk mendobrak pintu itu. Aku melihat jam handphone, pukul 15:00 sore, pendalaman materi tidak akan selesai sampai jam 15:30. Guru dan satpam sekolah tidak akan melihat kalau aku mendobrak sekarang, lalu aku pun mencoba mendobrak dibantu dengan tasya.
Sepertinya hentakan kami berdua tidak cukup untuk membuka pintu besar itu, pintunya masih tetap tertutup dan kokoh. Ketika kami hendak melangkah pergi, tiba-tiba terdengar. Kami menoleh kebelakang dan salah satu daun pintu itupun terbuka sedikit. Aneh efek gebrakan nya kenapa baru sekarang, aku pun jalan menuju pintu besar itu. Aku mendorong daun pintu itu yang sudah terbuka, dan samar-samar aku melihat ruangan besar aula yang sangat berantakan.
Saat aku masuk, kulihat bahwa ruangan besar itu tercium bau lembab, sangat kotor dan berantakan. Banyak puing-puing bebatuan yang berceceran dilantai, semua dindingnya sudah hampir terkelupas dan berwarna hitam, kayu-kayu besar berserakan bersama dengan meja dan kursi yang tidak beraturan tempatnya. “Tas, gw sudah masuk. Yha kan? Udahan yah ni”. Kataku memohon kepada tasya, tetapi tasya bilang “tuch disebelah kanan ada ruangan, abis itu baru kita udahan”.
Dengan hati-hati aku berjalan kekamar itu, menghindari kayu-kayu dan pecahan kaca yang ada dilantai, sesampainya diruangan itu aku bilang kepada tasya “Tas, gw udah sampai ini, gw cabut udahan ya” tapi tidak ada jawaban dari tasya, aku menengok, tasya menghilang “sial, dia kabur duluan” ketika aku hendak melangkahkan kaki menjauh dari kamar itu.
Tiba-tiba ada tangan yang menepuk pundakku dari belakang. Aku pun menoleh, didepanku tampak seorang suster berwajah pucat sambil berdiri dibelakangku. Suster itu memakai setelan seragam, dan kerudung berwarna coklat krem. Seperti setelan seragam yang sering dipakai di SMA ku.
“Ngapain kamu disini?”.
“Maaf suster saya penasaran pengen lihat-lihat, saya kira sudah tidak ada penghuninya” kataku, gagap takut kena hukuman.
“Memang disini sudah tidak ada penghuninya”.
“Loh suster ngapain disini?” aku pun ketakutan, dan bergegas melangkah mundur.
“kamu tidak akan bisa keluar”.
Ruangan seketika berubah menjadi gelap. Aku berlari sekuat tenaga menuju pintu keluar, aku tidak peduli lagi dengan sekelilingku dan aku mencoba membuka pintu. Namun terkunci, aku melihat sekeliling ruangan itu. Aku melihat banyak suster-suster yang berjalan mendekat ke arahku, mereka terlihat seperti melayang dari lantai. Badanku lemas, aku menangis sekencang-kencangnya. “Tolong… tolong” teriakku sambil menangis.
Aku mendorong dan mendobrak pintu itu, namun tidak membuahkan hasil. Para suster itu melayang semakin dekat sampai aku bisa melihat sebagian wajah mereka, beberapa diantara mereka ada yang mengalami luka bakar parah di wajahnya. “Tolong… tolong” aku masih berusaha teriak sekuat tenaga, tiba-tiba pintu terbuka. Lalu kulihat sesosok pria, ternyata itu satpam dan satpam itu melangkah masuk “kamu, ngapain de?” tanyanya keheranan karena aku menangis terisak-isak.
“Tolong, ada hantu” namun ketika aku melihat keruangan itu lagi, semua suster itu sudah menghilang. Satpam itu pun berusaha menenangkanku sambil membawaku keluar dari gedung, aku melihat jam handphone sudah hampir jam 17:00 sore. Astaga rasanya aku masuk hanya beberapa menit, ternyata sudah 2 jam. Lalu aku mencari tasya dan teman-temanku yang lain di lorong kami tadi duduk, tapi tampaknya mereka sudah pulang.
Ketika berjalan ke lapangan parkir, satpam itu menjelaskan kalau asrama suster itu sudah dikunci bertahun-tahun dan kuncinya dibawa oleh satpam tersebut, dan tidak ada kunci cadangannya. Satpam itu bercerita kalau pada saat asrama suster itu terbakar di tahun 80 an memang ada beberapa orang suster mati terperangkap saat kebakaran terjadi, tidak berapa lama kemudian sopirku datang menjemput.
Aku langsung pulang tanpa mencari tahu dimana tasya berada, karena dia sudah meninggalkanku begitu saja. Saat aku berada di dalam mobil, badanku sudah lemas. Aku masih merinding mengingat kejadian tadi yang aku alami, ketika mobilku sudah berjalan beberapa saat. Sopirku mendadak bertanya padaku “Neng? Suster yang duduk di sebelahnya mau diantar kemana?”.