Pada kesempatan ini ijinkan aku bercerita tentang hantu penari sinden, begini kisahnya. Aku ikut tinggal dengan kakak perempuanku dengan suaminya tinggal di Solo. Kakak yang menyuruhku untuk tinggal dirumahnya, dia bilang biar dia ada teman. Masalahnya suami kakak perempuanku itu bekerja di pelayaran yang kadang pulangnya 6 bulan sekali. Aku dan kakak sudah tinggal bersama dirumah yang besar, rumah yang besar itu adalah warisan keluarga turun temurun kakak iparku.
Di dalam rumah itu banyak benda-benda unik zaman dulu dan yang bikin aku heran dibelakang rumah itu terdapat sebuah panggung kecil lengkap dengan gamelan dan menurut cerita yang aku dapat dari kakak. Keluarga kakak iparku merupakan seorang seniman yang terkenal, pada jaman dulu banyak pejabat yang datang ke rumahnya. Biasanya para tamu yang datang selalu dihibur oleh gamelan yang ada dirumah kakak itu.
Singkat cerita hampir 2 minggu aku menempati rumah itu, semua masih biasa saja sampai suatu hari. Kakak iparku meminta ijin untuk pergi berlayar, dia akan pergi berlayar untuk 3 bulan kedepan. Jadi pagi itu sebelum aku berangkat ke kampus ada acara tangis-tangisan diantara kita bertiga. Kakak iparku mengatakan setengah berbisik kepadaku,
“Kalau ada apa-apa hubungi saja aku ya, dan jika ada yang aneh jangan digubris”. Setelah kakak ipar berangkat, aku menjalani hari-hari bersama kakak. Kami bertemu pada malam hari, siangnya kakak kerja di kantor gubernur dan aku kuliah. Jadi hanya malam hari saja kami bertemu dan berbincang, hingga suatu malam. Aku dan kakak sedang berbincang dikamarku, waktu itu hampir jam 11 malam.
Tapi kami berdua tidak menyadari kalau itu malam jumat, keadaan rumah sangat sepi hanya bunyi hujan dan jangkrik saja yang terdengar suaranya seperti menyela obrolan kami. Dan saat kami sedang mengobrol, sayup-sayup kami mendengar seperti suara orang bernyanyi. Kami berdua berpandangan, aku menajamkan pendengaranku lalu suara senandung itu semakin jelas terdengar olehku.
Tapi anehnya kakak seperti hanya mendengar hujan lalu aku beranjak dari kasur, seperti ada magnet menarik aku dan menuntun aku ke arah jendela kamar. Posisiku membungkuk dan aku mengintip ke arah taman belakang, menyibakkan tirai. Mulutku menganga, jantungku berdebar kencang, beberapa kali aku menelan ludah seperti tidak percaya apa yang aku lihat. Aku akan menggambarkannya, malam itu tepat diatas panggung kecil dihalaman belakang, berdiri seorang perempuan dengan kostum lengkap seorang penari sinden jawa.
Dia menari-nari dan dibelakangnya ada seorang wanita tua dengan kebaya merah darah sedang menyinden lalu satu persatu muncul beberapa orang diatas panggung. Seperti sihir, tiba-tiba dalam beberapa detik bermunculan pemain gamelan dan orang-orang seperti pendekar menari diatas panggung dan semakin terdengar jelas suara gamelan.
Aku membalikan badan ke arah kakak yang sedang berada diatas kasur dan benar saja kakak menyadari hal itu. Dia menutup telinga sambil membaca doa, aku melihat lagi ke arah jendela dan hanya terhalang oleh kaca penari itu sudah ada didepanku. Dia membelakangiku dan membuat gerakan yang lebih seram, dia bergerak kaku dan terdengar tulang yang bergeser lalu dia menggoyangkan kepalanya dan kepalanya berputar 180 derajat mengarah tepat ke arahku.
Wajahnya menyeringai, mulutnya melebar dan aku tidak ingat apa-apa lagi. Yang terakhir aku ingat adalah wajah penari yang menyeramkan itu, mataku terbuka lebar dan aku kaget terbangun dengan jantung yang berdegup kencang. Aku menangis dan memeluk kakak, tidak terasa sinar matahari yang menembus jendela yang malamnya ikut menyaksikan kejadian seram.
Kakak bercerita aku tiba-tiba pingsan, padahal kakak tidak melihat apa-apa. Dia hanya mendengar suara gamelan saja, aku menceritakan kepada kakak apa yang aku lihat dan malam berikutnya suara gamelan dan penari sinden itu selalu muncul sampai kakak iparku pulang dan lalu gangguan itu hilang.