Namaku Risa, kehidupanku yang aneh ini sudah dimulai pada umurku yang berumur 16 tahun berteman dengan mereka yang tidak lazim. Berbagi cerita dengan dunia kami yang tidak sama, menjalin sebuah kisah dengan mereka yang tidak terlihat, yang biasa disebut dengan “hantu” dan kisah indigo ini di mulai saat aku sedang duduk sendirian di loteng rumah tua nenekku, menangis tersedu akibat kelakuan yang dilakukan oleh teman-teman sekolahku yang menyebalkan tadi siang. Matahari masih terlihat jelas dibalik loteng.
Tidak ada siapapun dibalik itu, rumah tampak sepi tidak ada penghuninya. Aku masih tampak sedih merindukan kedua orang tua dan adik kecilku di kota lain, ketika tiba-tiba terdengar suara langkah di tangga menuju loteng. Konsentrasiku terpecah, namun aku tidak pernah berpikir janggal tentang suara-suara itu. Sepertinya aku lupa mengunci pintu garasi, mungkin sepupu anggi yang tengah menuju loteng untuk menemuiku.
Itu yang ada dipikiranku saat itu, 30 detik berlalu suara derap langkah itupun menghilang. Tidak ada suatu sosok yang muncul di pintu loteng, badanku mulai bergidik dipenuhi pikiran aneh. Pemikiranku dipenuhi dengan monster-monster berwarna abu-abu yang tiba akan muncul di balik pintu loteng. Hati mulai berdegup tidak beraturan, tiba-tiba.
“Halo risa, kaukah itu?”.
Sesosok anak laki-laki berambut pirang muncul disana dengan kemeja putih dan celana coklat khas tempo dulu dan senyum sangat ramah. Anak pirang ini berhasil menghalau ketegangan yang sejak tadi menyergapku. Walau dipenuhi kebingungan aku berusaha santai menghadapi anak ini.
“Iya, aku risa kamu siapa?”.
“Namaku peter, tunggu dibelakangku masih banyak lagi. ada william, hans, hendry dan janson”.
Mereka seperti anak keturunan Belanda, dan satu persatu membungkukan badan mereka dihadapanku.
“Hai risa, kami tetanggamu. Maaf kami melihat tadi garasi pintu rumahmu lupa kamu tutup. Kami terpaksa menerobos masuk ke dalam rumahmu”.
Seorang anak berambut ikal terlihat rapih diantara yang lainnya angkat bicara, belakangan aku tahu namanya adalah william. Itu adalah awal dari perkenalan kami, berkembang menjadi suatu persahabatan antara lima anak laki-laki dan seorang anak perempuan yang kesepian. Hampir setiap hari kulewatkan hariku bersama mereka, tidak rela rasanya mengenalkan mereka pada teman-temanku bahkan saudara-saudaraku karena mereka tidak pernah menunjukan diri kepada siapapun.
Mereka selalu muncul disaat aku sedang sendirian, satu tahun berlalu dan banyak hal yang menyenangkan bersama mereka. Hari-hari bersama, menari-nari didepan cermin dan berlarian diatas rerumputan. Tidak ada yang janggal bagiku, selain kemunculan mereka yang selalu tiba-tiba dan tidak terduga. Aku ingat siang itu sepulang sekolah, rumah di nenek sudah dipenuhi banyak sanak saudara.
Mereka berkumpul diruang tengah keluarga, aku heran dengan pemandangan ini tidak biasanya mereka berkumpul dihari yang biasa. “Asalamualaikum, halo semuanya.” Semua mata tertuju kepadaku seolah mereka menungguku datang. “Risa, sini duduk. Kemarin tante bilang kamu mandi tengah malam ya? Lalu kamu nyanyi sendirian ditengah rumah, kenapa bisa begitu nak?” Nenekku memulai pembicaraan.
“Oh, kemarin ya nek? iya aku mandi tapi aku tidak sendirian. Aku ditemani oleh teman-temanku” dengan cuek aku berkata seperti itu. Bukan sikap tenang yang muncul diwajah mereka, malah sebaliknya. Kulihat mereka terlihat resah sambil berbisik. “Risa, semalam tante lihat kamu sendirian. tidak lihat siapapun, sungguh tante melihat dengan jelas sekali kamu nyanyi-nyanyi sendirian dengan memakai gaun yang sangat aneh bentuknya.” dengan sedikit bergetar tante meyakinkanku.
“Coba panggil nama mereka satu persatu”. Pamanku yang terkenal mempunyai keahlian berinteraksi dengan hantu tiba-tiba menyuruhku untuk memanggil sahabat-sahabatku. Aku semakin bingung namun tidak kuasa menolak perintah pamanku saat itu. Dengan reflek aku memanggil sahabatku satu persatu, Peter, will, hans, janson, hendry. disaat yang bersama, kulihat pamanku mengucap sesuatu. Seperti ikut memanggil nama mereka, aku tahu mereka tidak akan muncul begitu saja.
Namun dugaanku salah, benar-benar salah. Dengan sangat tiba-tiba mereka muncul bagaikan sihir, didepan seluruh keluargaku. Aku dan pamanku yang menyadari kehadiran mereka, Peter nama itu yang aku sebut karena dia yang pertama muncul, dan untuk selanjutnya ke empat yang lainnya muncul didepanku masih dengan cara yang sama muncul bagai sihir. Aku terpukau dengan aksi mereka, kaget ditambah dengan takjub.
“Kalian kenapa bisa muncul tiba-tiba seperti ini,” aku berteriak meneriaki mereka. “Risa, tutup matamu dan mundur sekarang.” Pamanku tiba-tiba saja menarik badanku ke dekatnya sambil menutup kedua mataku dengan tangannya. Aku mulai ketakutan setengah mati, belum lagi mendengar suara nenek yang membaca segala macam doa dengan sangat keras. Dengan bersamaan saat itu juga, kudengar suara jeritan dari kelima sahabatku.
Mereka berteriak memanggil namaku, “Risa, tolong kami.” Air mata dan keringat dingin mulai membasahi badanku. “Nenek, paman tolong jangan sakiti mereka.” Aku menangis dan menjerit histeris. “Cepat buka matamu sekarang risa.” Lihat sebenarnya siapa mereka, paman segera melepas tangannya dari kedua mataku.
“Peter, berteriak-teriak sangat keras.” sementara kini aku bergetar hebat dan reflek membuka mataku dengan sangat cepat. Astaga, ini adalah pemandangan paling mengerikan yang pernah aku lihat sepanjang hidupku. Didepanku kini terlihat badan tanpa kepala, yang meronta-ronta seperti memberikan perlawanan. Aku menjerit ketakutan, tidak kuasa melihat pemandangan itu.
“Lihat risa, jangan tutup matamu” pamanku berteriak, aku dipaksa melihat ke sebuah sudut yang terlihat beberapa kepala tergeletak bebas disitu. Kuperhatikan, kepala-kepala itu dengan jelas. Kepala-kepala itu sangat menyerupai dengan kelima sahabatku. Badanku lemas, dan aku tidak sadarkan diri. Aku terbangun diatas tempat tidur nenekku, masih dalam keadaan bingung dan kaget atas kejadian hari itu.
Pamanku mencoba menjelaskan tentang apa yang terjadi, katanya kelima sahabatku itu bukanlah manusia normal sepertiku melainkan mereka adalah hantu-hantu anak Belanda yang tewas beberapa puluh tahun yang lalu. Aku dapat berkomunikasi dengan mereka bukan karena tanpa sebab, pamanku bilang aku memiliki kekuatan untuk melihat mereka. Sejak saat itu, aku tau persahabatanku dengan mereka harus di akhiri.
Seluruh keluarga memberikan perlindungan, agar aku tidak bertemu dengan mereka lagi untuk sementara waktu aku bisa melakukannya. Namun, lama-kelamaan aku tidak sanggup menahan kerinduan untuk bermain bersama mereka dengan diam-diam aku kembali memanggil nama mereka. Mereka kembali muncul dan aku tidak peduli dengan penampilan menyeramkan mereka dan aku tidak peduli siapa mereka, sampai saat ini mereka selalu ada menemaniku saat sedang sendirian.
Cerita ini pun memiliki latar belakang film horor Indonesia yang dirilis pada 30 maret 2017 berjudul “Danur”.
“Abdi teh ayeuna gaduh hiji boneka, teu kinten saena sareng lucuna, ku abdi di erokan, erokna sae pisan, cing mangga tingali boneka abdi”.