Saya pernah berjumpa dengan makhluk ini “Kalomba” yang berwujud binatang di sebuah desa, di wilayah Bulukumba, tepatnya di Kajang, memang persis yang di katakan orang tua dulu. Kalau wujudnya seperti itu, dan saya telah buktikan dengan mata kepala saya sendiri, di salah satu desa tersebut yang pernah saya tinggali beberapa hari. Masyarakat tidak pernah berani keluar rumah ketika telah malam, terakhir kali saya kesana masyarakat sudah berani keluar malam paling lama adalah jam 19:00 Wita.
Waktu itu saya keluar duduk di teras rumah yang saya tinggali sementara sekitar pukul 22:00 WITA dengan segelas kopi, ngobrol dengan pemilik rumah. Walaupun sudah di beritahu sebaiknya jangan keluar karena bahaya ada parakang, tetapi saya ngotot dengan alasan panas dalam rumah. Karena pemilik rumah khawatir dengan saya, maka dia memilih menemani saya ngobrol diteras rumahnya. Rumah tersebut tidak punya pekarangan luas, hanya berjarak 1 meter dari pintu rumah ke jalan setapak depan rumah.
Meskipun banyak rumah, lingkungan tersebut sangatlah sepi. Hanya suara malam yang ada, tidak ada 1 pun suara dari masyarakat yang terdengar kecuali suara kami bertiga. Setelah kira-kira setengah jam kami ngobrol, salah satu orang yang saya temani bersama ke desa tersebut perhatiannya teralihkan dari saya. Posisi duduknya memang berada tepat di pinggir jalan setapak tersebut, dia melihat jalan dengan wajah heran dan ku lihat jidatnya mengkerut seakan ingin memperhatikan sesuatu dari jauh.
Saya pun berdiri dari tempat duduk saya dan berdiri ke sisi jalan ingin melihat apa yang dilihat teman saya, kulihat seekor anjing berwarna putih. Dengan kaki belakang panjang tanpa adanya ekor, kulihat dia berdiri depan pintu sebuah rumah dan sempat melihat kami kemudian berjalan perlahan-lahan ke kami, tapi saya tidak menunjukkan rasa takut pada anjing itu dan anjing itupun lari tanpa di perintah kemudian menghilang begitu saja.
Teman saya mengatakan itu “Kalomba” saya hanya tersenyum dan cuma bilang “biarkan mi”, tetapi setelah mencoba mengingat apa yang saya perhatikan tadi. Bentuknya memang sangat janggal, kaki belakang panjang, ekor tidak ada dan yang memperkuat dugaan saya. Beberapa hari sebelumnya, saya tidak pernah melihat ada anjing di sekitar desa tersebut. Bahkan lolongan anjing pun tidak pernah terdengar.
Beberapa saat setelah itu, saya mendengar sebuah benda berat jatuh tepat di atas rumah panggung yang jaraknya sekitar 10 meter dari tempat saya duduk. Karena rumah tersebut memiliki atap dari seng, tentunya suaranya besar di tengah heningnya malam. Kami semuanya sontak kaget dan berdiri dari kursi saya, kemudian memperhatikan rumah tersebut yang cukup remang-remang oleh cahaya dari kejauhan, mencoba berfikir Logis, dan menjalankan logika saya.
Saya berpikir kalau ada kelapa yang jatuh dan menimpa atap rumah itu, tetapi setelah saya perhatikan. Sama sekali tidak ada pohon di sekitar rumah itu. Walaupun malam, mata saya masih bisa melihat dengan baik, beberapa kali saya perhatikan. Memang sama sekali tidak ada pohon yang mematahkan logikaku. Dan pemilik rumah hanya berdiri dan mengatakan, sebaiknya kita masuk rumah saja, ini sudah terlalu malam sebaiknya tidur.
Maka saya memilih masuk ke dalam rumah, walaupun tidak ada rasa takut, tapi saya berfikir, sebaiknya kita menghargai pemilik kampung dan menghargai larangan mereka. Karena kembali mengingat pepatah “dimana kaki di pijak, disitu langit di junjung”. Oke, kita masuk saja, saya juga ngantuk. Kami pun masuk ke dalam rumah. Tidak hanya sampai disitu, saat saya mencoba tidur (belum tidur penuh) saya merasa ada yang mencoba menggigit jempol kaki kananku dan saya terbangun duduk melihat.
Tetapi dengan sigap, saya rasa dia menarik gigitannya dan menghilang begitu saja, saya pun pindah ke ruang tamu untuk tidur. Setelah pagi, saya keluar dan kembali melihat rumah sumber suara semalam, memang sama sekali tidak ada pohon. Kata pemilik rumah, ada Parakang yang mau melintas, tapi karena melihat kita, maka dia jatuhkan dirinya dan kami pun pulang hari itu.
Sebenarnya saya sudah beberapa kali pernah mendapatkan pengalaman bersama Kalomba. Setelah kejadian di wilayah bulukumba sulawesi selatan. Karena saya pernah di kejar oleh parakang, percaya atau tidak, waktu itu saya sedang malakukan camping bersama para anak pecinta alam. Saat itu saya hanya bertiga menyusul rombongan sebelumnya, karena kami menyusul, maka saya sengaja potong kompas.
Tetapi sempat hilang selama 1 jam, karena kami bertepatan pada maghrib berada di tengah-tengah pegunungan karst di wilayah Kabupaten Maros. Di tengah hutan dan pegunungan telah kami lalui dan saat saya berada pada persawahan warga, saya mendengar sesuatu dari belakang saya. Tapi jaraknya agak jauh, kami bertiga dan saya berada pada posisi paling belakang, setelah saya berbalik.
Saya lihat makhluk keluar dari semak-semak dan dia bergerak seakan melayang. Mungkin sepersekian detik sudah berada di sisi sebelah sawah yang telah kami lalui. Dia membuntuti kami, saya pun berhenti jalan dan hanya berbalik kebelakang, melihatnya bergerak sangat cepat tetapi masih tertangkap mata gerakannya, hingga dia berada sangat dekat.
Kira-kira tidak lebih dari 10 meter di hadapanku dengan gerakan sangat perlahan, waktu itu sudah malam, saya hanya mundur perlahan sambil perhatikan bentuknya. Warnanya coklat terang, hampir berwarna orange, kaki depan pendek, kaki belakang tinggi, mukanya agak besar dan menatapku seakan ingin menerkam. Saya hanya memilik Hp dengan dilengkapi senternya, maklum Hp jadul bin murah.
Saya mencoba sorot wajahnya, tapi masih tidak begitu jelas, hanya ciri itu yang sangat jelas. Posisi saya waktu itu cukup berjauhan dari teman-temanku, karena mereka terus berjalan dan hanya saya yang berhenti melihatnya. Saya panggil temanku dengan suara yang sedikit keras agar dia mendengarnya “Sini lihat ini” dan salah satu teman saya berhenti dan menuju padaku dan berkata “kenapa kah?”.
Saya hanya hanya menunjuk makhluk itu dan berkata “binatang apa itu?” saya agak polos saat itu dan agak takut. Temanku pun langsung teriak “Lari.. lari.. lari, bukan binatang biasa itu” sambil menarik tanganku, saya pun berlari. Ketika telah sampai ke lokasi camping, saya taburkan garam di sekitar perkemahan kami dengan sedikit bacaan dari Al Qur’an agar kami bisa terlindung (tugasku tiap camping memang seperti itu, Korlap dan memastikan semuanya aman).
Setelah pukul 2 pagi, saya keluar dan membawa senter dan merasa penasaran dengan makhluk itu. Tetapi setelah keliling sendirian, saya tidak bertemu apapun yang mencurigakan. Besok paginya salah satu teman saya (kebetulan salah satu penduduk situ) mengatakan kalau itu adalah “Kalomba”. ini kali ke dua saya bertemu makhluk jadi-jadian ini.
Kalomba: “Binatang siluman yang memiliki kaki depan kecil dan kaki belakang panjang. Binatang ini biasanya dipelihara oleh seseorang dengan niat tujuan yang tidak baik. Mitos binatang kalomba ini adalah jangan membuang ampas kelapa sembarang, jika tidak ingin didatangi oleh binatang kalomba ini”.