Siapa yang tidak suka melewati rute jalan pintas, jika jalanan tersebut sedang macet. Kenalkan namaku Elis, aku seorang mahasiswi perguruan tinggi negeri di Bandung. Bersenang-senang mungkin adalah hobiku, mendengarkan musik trend dan ke tempat hiburan untuk sekedar menggoyangkan badan bersama teman-teman sering aku lakukan tiap minggu. Tapi aku tidak menyangka, tidak semuanya itu menyenangkan sampailah pada hari itu. Temanku erin, mengajak aku untuk refreshing sekedar untuk melepas penat dengan tugas-tugas kampus.
Dia mengajak aku pergi ke jakarta karena ada live party di senayan. Setelah bersenang-senang sampai jam 2 dini hari, lalu kami pun pulang dengan mobil. Di mobil itu kami hanya bertiga, aku yang duduk paling belakang lalu erin yang menyetir mobil dan cindy yang duduk didepan. Mataku sudah berat tapi erin tidak mengijinkanku untuk tidur, saat itu erin pun sudah agak mengantuk dan dia ingin segera cepat sampai. Melihat jalanan arah ke bandung agak cukup padat.
Untuk cepat sampai ke bandung, erik pun mengambil rute jalan pintas tidak lewat tol cipularang melainkan jalan biasa melewati daerah cianjur. Obrolan kecilpun terjadi selama perjalanan, membuat suasana dingin menjadi hangat sampai setelah cukup jauh berjalan lalu erik menghentikan mobilnya. Dia lalu turun dan menuju sebuah kios kecil. Aku tidak begitu hapal persis dimana kita berhenti, tidak lama erin pun kembali ke mobil.
Saat aku tanya, ternyata erin menanyakan jalan menuju bandung dan ini adalah pertama kalinya erin melalui rute jalan pintas. Erin menebak-nebak jalan hingga mobilpun masuk ke sebuah jalan yang kiri dan kanan nya sangat gelap. Hampir tidak ada mobil lain yang melewati jalan itu, rasa kantuk tiba-tiba menghilang. Ketika kita semua sama-sama memperhatikan jalan, menerawang kiri kanan jalan siapa tau ada plat petunjuk jalan namun nihil tidak ada petunjuk sama sekali. Hanya jalanan yang sepi disertai pohon-pohon rindang. Aku pun berinisiatif membuka map di handphone.
Aku membuat rute menuju bandung dan aku sedikit lega, ketika jalannya memang benar. Titik biru di map melaju seiring dengan mobil kami yang juga melaju. Di map tergambar jalanan yang lurus. “Lurus terus aja rin,” ucapku dari arah belakang, sampai erin menghentikan kembali mobilnya karena didepan kami ada sebuah jalan yang bercabang. Ketika aku lihat ke map, jelas-jelas hanya ada satu jalan saja. Aku teliti lagi, jelas sekali hanya ada satu jalan lurus.
Kami memperhatikan ke depan, tidak ada sama sekali mobil yang lewat dan di arah jalan sebelah kiri hanya terlihat jalanan gelap menuju hutan dan sebelah kanan ada beberapa lampu yang menyala, hingga entah dari mana tiba-tiba ada seorang wanita muda yang berjalan dari arah sebelah kiri mobil kami. Wanita itu pakai kebaya sambil membawa sebuah gebolan yang digendongan seperti seorang tukang jamu. Erin melajukan mobilnya perlahan, menyusul wanita itu dan erin pun membuka kaca lalu bertanya.
“Teteh, mau tanya kalau ke bandung itu lewat mana ya?” wanita itu tersenyum dan hanya menunjuk jalan ke sebelah kiri lalu wanita itu pun lanjut jalan ke sebelah kiri. Entah kenapa, aku merasa tidak yakin dan aku berkata pada erin. Kekanan aja ya rin, disana ramai ada rumah warga lalu erin pun sempat berdebat denganku sampai akhirnya setelah aku yakinkan, erin pun mengikuti saranku. Kami merasa lega ketika melihat rumah warga, bahkan ada supermarket dan ATM yang kami kenal.
Mobilpun terus melaju, namun ternyata keramaian kota itu tidak lama. Beberapa saat saja, mobil kami telah sampai ke suasana gelap dan dipenuhi pohon-pohon rindang lalu jalan pun semakin mengecil. Kini hanya bisa satu mobil saja, erin bertanya meyakinkan lagi dan apa benar ini jalannya lalu aku pun ragu untuk menjawab. Aku lihat kembali ke maps di handphoneku, dan titik biru posisi kami tidak berubah.
Tetap berada pada posisi terakhir saat kami tadi bertemu dengan dua cabang berjalan itu. Perasaanku bercampur aduk, aku lihat jam sudah hampir menunjukan pukul 3 pagi. Mau tidak mau mobil terus melaju, pelan sampai didepan kami melihat sebuah cahaya. Cahaya yang semakin lama semakin mendekat, sebuah truk besar berada dijalur kami. Spontan erin membanting stir ke sisi jalan dan mobil kami pun berhenti. Tiba-tiba saja cindy menunjuk sambil menepuk bahu erin menuju ke sebelah kiri luar mobil kami. Ketika aku lihat, astaga terlihat puluhan batu nisan yang tertanam.
Ketika aku lihat, ternyata mobil kami terperosok ke arah kuburan cina. Erin terus menekan klakson agat truk itu cepat lewat. Kami semua panik, aku menyuruh erin agar cepat pergi karena disana aku sudah melihat banyak sekali orang-orang berdiri sambil memandangi kami dan perlahan-lahan berjalan tidak beraturan mendekati kami, arwah-arwah dikuburan itu sudah menampakan dirinya kepadaku dan aku hanya bisa menangis.
Sampai, tiba-tiba saja sebuah wajah muncul dari bawah jok kursi mobil. Wajah wanita dengan bibir sobek dan menganga, aku hanya bisa menutup mulut. Lalu erin pun langsung menginjak gas mobil ketika truk itu sudah lewat dan kami secepat mungkin melaju mengikuti jalanan entah sampai kemana lalu cindy terus menenangkanku yang menangis. Hingga akhirnya terlihatlah sebuah plat petunjuk dengan tulisan cianjur. Lalu suasana pun mendadak ramai, kami segera berhenti disebuah supermarket.
Kami istirahat sebentar sambil membeli minum, setelah cukup tenang kami pun duduk. Aku memeriksa kembali maps, dan titik biru itu pun sudah berada di posisi kami sekarang yaitu cianjur. Aku coba perlebar peta itu dan ketika aku lihat, aku mengira-ngira jika tebakanku benar jika saja kami lewat jalan pintas sebelah kiri maka kami akan berujung sampai ke pelabuhan ratu.