Pada saat itu diawali pada dini hari di waktu itu, senin malam selasa di malam nan sepi, kota megapolitan Jakarta diiringi oleh hujan rintik-rintik tiada henti. Tepatnya sekitar jam 00:30 sesudah masuk hari selasa dini hari, Bapak Teto Desto seorang sopir taksi dari perusahaan “P” Taksi sudah keliling kesana-kemari namun belum juga mendapat sewa penumpang.
Ketika Bapak Teto Desto melewati jalan sekitar Manggarai tepatnya di depan salah satu bar dan diskotik, bapak beranak empat tersebut diberhentikan oleh tiga sosok wanita cantik. Ketika taksinya mulai menepi, Bapak Teto tidak ada firasat apapun, namanya juga sebagai pelayan jasa, ia langsung saja mempersilahkan konsumennya untuk masuk ke dalam taksinya sembari mengucapkan rutintas salamnya “Selamat pagi Non, silahkan masuk ingin diantar kemana?”.
Namun ketiga wanita tersebut diam saja tidak berkata sedikitpun. Setibanya di salah satu terowongan tepat di lampu merah, (sepertinya di jalan. Galunggung, saat berada dibawah underpass Dukuh Atas) bapak beranak empat tersebut menegur kembali dengan pertanyaan yang sama, dan akhirnya salah satu dari penumpang tersebut menjawab dengan nada terputus-putus “jalan aja dan lurus”.
Dinginnya udara akibat rintik hujan di Jakarta pada malam itu dan ditambah pula oleh suhu AC di dalam taksi, membuat suasana di dalamnya menjadi sedikit mencekam dan anehnya mereka tetap tak berucap satu patah katapun, tetap hening. Karenanya, seketika itu pula entah kenapa, pak Teto juga mulai mencurigai adanya ketidakberesan dari penumpang di dalam taksi sewaannya tersebut.
Tapi apa boleh buat pikirnya, ia harus dan wajib mengantarkannya ke tempat tujuan walaupun ia sendiri belum mengetahui kemana. Akhirnya setelah taksi melintasi jalan diseberang TPU (Tempat Pemakaman Umum) Karet Bivak, salah satu dari penumpang tersebut berkata, “Nanti balik arah, pak”. Maka, pak Teto pun berbalik arah memutar (sepertinya saat berada di jalan. KH. Mas Mansyur saat mengarah ke jalan. Jenderal Sudirman, lalu berbalik arah, kini mengarah sebaliknya, ke arah Tanah Abang).
Tak lama berselang, lalu terdengar lagi ucapan, “Di depan truk masuk belok ke kiri” (sepertinya dari jalan. KH. Mas Mansyur, masuk ke jalan. Karet Pasar Baru Barat persis sebelum Kuburan Karet Bivak, karena di jalan. Raya KH. Mas Mansyur yang berada di depan jalan itu memang ada beberapa truk yang selalu mangkal). Otomatis pak Teto terus mengikuti ucapan wanita itu. Maka ia pun mulai memasuki jalanan kecil tanpa aspal diantara TPU Karet Bivak dan perumahan warga, namun masih pas dengan dua mobil jika saling berpapasan.
Tak lama kemudian terdengar lagi ucapan sosok itu, “belok kiri”, ujar salah satu penumpang. Bapak Teto belum menyadari dan tak terasa aneh, bahwa arah yang disebutkan adalah sebuah gang kecil alias jalan kampung yang berada disamping Kuburan atau TPU Karet Bivak. Setelah salah satu penumpangnya turun, pak Teto diminta untuk menunggu sebentar, sementara dua penumpang lainnya masih berada dibangku belakang.
Lumayan lama setelahnya, pak Teto pun penasaran dan menoleh untuk melihat kedua penumpang yang masih ada dibangku belakang dan pak Teto melihat kuntilanak lalu seketika itu pun ia pingsan. Tiba-tiba ia sadar oleh bantuan warga saat menjelang subuh, dan ia sudah berada di dalam sebuah pos RW di daerah itu dan pak Teto menceritakan kejadian itu pada warga sekitar dan ketua RW.