Hampir 1 bulan aku menjadi sopir taksi malam, ternyata tidak mudah untuk cari penumpang. Selama ini jika malam tiba aku hanya diam di satu tempat menunggu penumpang yang mencari taksiku atau berkeliling jika sudah subuh hari. Karena jika tidak begitu aku bisa di tangkap perusahaan taksinya, dan termasuk satu hal yang melanggar hukum.
Banyak hal hal yang terjadi selama aku membawa taksi ilegal ini, dari mulai penumpang yang berusaha menggoda, penumpang yang bercerita tentang isterinya yang berselingkuh. Wanita malam, sampai penumpang yang bertingkah aneh di dalam taksiku. Tapi semuanya itu biasa saja buatku maklum taksi malam.
Di malam yang sepi aku terus memutar mencari penumpang yang membutuhkan taksi. Dari tadi tak ada satupun penumpang yang menaiki taksiku, aku mencoba memutar ke arah Bandung utara, ke arah Sukajadi, biasanya daerah sini banyak yang membutuhkan jasa taksi. Karena di daerah ini ada sebuah mall yang buka sampai lewat tengah malam. Benar saja, baru aku sampai ke depan mall itu tiba-tiba seorang wanita melambaikan tangan ke arah taksiku.
Wanita itu berambut panjang, menggunakan baju putih, wajahnya sangat cantik, jujur saja itu adalah penumpang tercantik yang pernah naik taksi ku. Dengan sigap aku langsung turun dari depan, memutar ke arah belakang dan membuka pintu untuk wanita cantik itu. Siapa tau kan jodoh “hehe”. Jodoh kan gak kenal moment. Setelah duduk wanita itu mulai mengatakan daerah tujuannya “Oh daerah setra sari mbak.. boleh”.
Wangi harum mulai menyerbak kedalam taksiku, seketika bau keringatku kalah oleh bau wanita itu. Aku mulai senyum sendiri tiba-tiba terlintas bayangan macam-macam di otak. “Ah kenapa sih ini, gak boleh lah kayak gitu” wanita itu tampak tertunduk, itu yang kulihat saat aku mencuri pandangan lewat spion tengah. Duduk wanita itu sangat kaku, seperti tidak nyaman atau mungkin dia tau yang aku pikirkan.
Sesekali dia menatap keluar jendela dan (suara mobil berhenti mendadak) “aduh maaf mbak.. tadi saya gak fokus, ngantuk maaf-maaf” ucapku. Gara-gara aku melihat ke spion tengah ke arah perempuan itu, hampir saja aku menabrak seekor kucing dan aku mulai fokus kembali melihat ke arah jalan. Perempuan itu tampak sedikit kesal karena kejadian tadi, aku mengetahuinya karena keluhannya yang berdecit di telingaku. Kaca mobil mulai tertutup butiran air, gerimis mulai turun. Aku mempercepat laju mobilku memasuki daerah karang setra yang sepi. Melaju terus sampai.
“Mas.. Mas.. berhenti di sini mas”.
“loh, di sini neng? Bukanya setra sari masih jauh ya?”.
“ahh engga mas, saya turun di sini, ini ongkosnya mas”.
Wanita itu langsung turun dari taksi. Wajah cantiknya berubah pucat, sampai beberapa barang dari tas wanita itu terjatuh, dia nampak terburu-buru. Aku yang keheranan hanya diam saja karena wanita itu turun di tempat yang sepi kayak gini. Aku melihat wanita itu nampak berlari kecil dan tas nya digunakan untuk menutup kepalanya, Aku menancap gasĀ menghampiri wanita yang berlari itu.
“Neng kok turun di sini sih? Naik lagi aja ayo, gak apa apa kalau uang nya kurang gak apa apa, kasihan neng kena kehujanan, neng ayo naek neng” wanita itu nampak ketakutan, kepalanya menggeleng. “Engga kok mas..” wanita itu terus berlari menjauhi taksiku sampai dia masuk ke sebuah gang yang gelap, aku masih keheranan kenapa wanita itu tiba-tiba turun. Aku mulai tidak nyaman dengan situasi seperti itu.
Aku mulai menjalankan lagi taksiku, dan bau harum wanita itu masih menyeruak di taksiku. Baunya malah semakin tajam. aku masih bertanya-tanya kenapa wanita tadi tiba-tiba turun, aku menuruni daerah taman sari menuju ke jalan Sukajadi dan samar-samar.
“hihihi…”
Mungkin aku salah dengar, tapi.
“hihihihi…”
Aku memarkirkan mobilku kesamping, aku menarik nafas panjang. Situasinya sekarang berubah aku semakin penasaran dengan apa yang aku alami saat itu, ditambah samar-samar aku mendengar suara seorang wanita tertawa. Kondisiku semakin tidak karuan dan malam itu aku langsung memutuskan mengembalikan taksiku ke pull dan mencukupkan kerjaku malam itu. Aku bilang saja alasannya sakit atau tidak enak badan daripada ini semakin tidak karuan.
Aku melanjutkan perjalanan menuju Setra Sari jalanannya nampak berkabut, pandanganku nampak buram, keringatku mulai mengucur dan samar aku mendengar suara yang aneh lagi kali ini semakin jelas. Suara tertawa seorang wanita. Siapa yang tertawa aku melihat kearah spion tidak ada siapa-siapa. Aku melihat lagi dan lagi tapi tidak ada, aku menancap gas berharap segera sampai ke pull dan itu ternyata baru awal dari pengalaman anehku yang terjadi malam itu, dalam kesendirianku di tengah perasaanku yang tidak karuan lalu astaga.
Samar aku melihat ke arah spion tepat di kursi belakangku seraut wajah wanita yang separuh mukanya tertutupi rambut persis seperti wanita yang naik taksiku tadi. Dengan gaun putih dan gaun yang panjang menenteng tas dan “neng kapan naik taksi saya lagi, kok tiba-tiba ada di kursi belakang tadi kan neng turun, terus neng kan lari tadi, neng tadi kemana?”.
Aku berbicara, wanita itu sekarang menggerakan badannya sambil cekikikan. Aku mulai ketakutan melihat tingkah laku wanita itu. Ini wanita yang tadi atau bukan, bukannya wanita yang tadi sudah turun? Aku semakin penasaran dan ketakutan, aku mengumpulkan semua keberanian dan rasa penasaranku mengalahkan ketakutanku. Aku perlahan menengok ke belakang dan kursi belakang itu ternyata kosong, tidak ada siapa siapa di kursi belakangku.
Aku segera tancap gas dan tidak sadar sudah di daerah pasupati, dan lanjut ke daerah Gasibu. aku menyetir dengan sangat ketakutan, dan semerbak wangi wanita itu muncul lagi, lalu samar-samar terdengar seorang tengah bicara dengan nada yang sangat halus. “Kenapa… bau bunga melati ya? Saya kan baru meninggal. Wajar saja kalau masih bau bunga kuburan” di kursi sebelahku sekarang muncul wanita berambut panjang itu.
Wanita itu adalah perempuan yang naik taksiku sebelumnya, muka dan pakaiannya sama bau ini ternyata bau bunga kuburan. Wanita itu tertawa cekikikan dengan muka yang sangat pucat, ternyata setengah lagi wajahnya rusak tidak karuan. Matanya hampir keluar dan banyak bercak darah yang ada di lehernya. Wanita itu melihatku, dan perlahan dia menyenderkan kepalanya ke bahuku.
Tangannya yang dingin melingkar di lenganku seakan merangkulku. Hantu wanita itu bersandar dan merangkulku sampai. “Brak!” Setelah itu, beberapa minggu aku di tahan di kepolisian, dan selama 1 bulan aku menjalani perawatan di rumah sakit, sungguh aku tidak beruntung. Lebih baik mencari pekerjaan lain saja.
Sekarang aku menjadi bartender di sebuah club ternama. Setelah beberapa tahun, aku baru tahu kalau sepanjang jalan Sukajadi sering ada sosok hantu wanita yang menampakan diri, berambut panjang memakai gaun putih dan menenteng tas. Katanya wanita itu adalah korban yang di tabrak beberapa tahun silam dan dia sering menumpang mobil atau motor yang lewat, yang menuju arah karang setra.